Waerebo Village
Desa wisata Waerebo terletak di Desa Satar Lenda, Kecamatan Satar Mese Barat, berabatasan langsung dengan Taman Nasional Komodo. Berada sekitar 1.100 mdpl, Waerebo merupakan sebuah desa terpencil yang dikelilingi pegunungan dan panorama hutan tropis lebat di Kabupaten Manggarai, Pulau Flores. Waerebo kini telah tumbuh menjadi tujuan favorit untuk ekowisata. Pada Agustus 2012 Kampung adat Waerebo meraih Award of Excellence, anugerah tertinggi dalam UNESCO Asia-Pacific Awards for Heritage Conservation 2012 di Bangkok
Kampung adat Waerebo sering juga disebut surga diatas awan, menawarkan keindahan alam dan aristektur rumah adat berbentuk kerucut yang sangat unik, dalam bahasa lokal menyebutnya Mbaru Niang.
Sejarah berkembangnya pariwisata di Waerebo.
- Menurut catatan masyarakat pengunjung asing yang datang pertama kali ke Waerebo adalah Simon dan Claus asal Amerika dan New Zealand sekitar tahun 1984.
- 10 tahun beselang Matsuda Shuikhi (Fotografer asal Jepang) sekitar tahun 1994 , mengunjungi Waerebo.
- Setelah Catherine Allerton (Antropolog asal Inggris)
mulai mempublikasikan penelitiannya mengenai
Waerebo, beberapa tamu mulai berkunjung. - Tahun 1998, Kampung adat Waerebo memperoleh
dana bantuan dari Pemda Manggarai untuk
merenovasi 2 buah mbaru niang. - Tahun 2005, pengelola biro wisata Sunda Trail di
Lombok ikut mempromosikan dan membawa
wisatawan ke Waerebo. Martin Anggo, seorang dari
Waerebo mulai mendorong masyarakatnya untuk
mendapatkan penghasilan tambahan dari
pariwisata. - Tahun 2005 akhir, Martin Anggo dihadirkan pada lokakarya regional ekowisata
yang di adakan Indecon di Mataram. - Tahun 2006, Ary Suhandi Direktur INDECON dan tim Ecosea yang sebelumnya
telah mendampingi masyarakat Tado, melakukan kunjungan dan pertemuan
dengan masyarakat Waerebo dengan membuat beberapa kesepakatan
diantaranya : membentuk LPBW dan kerjasama antara masyarakat Waerebo dan
masyarakat Tado dalam mengidentifikasi sumber daya alam dan budaya yang ada
di Waerebo. - Tahun 2007 dengan bantuan Unesco, National Geographic Traveller meliput dan
membuat sisipan cerita tentang Kampung adat Waerebo, yang menjadikan
publikasi berupa artikel yang pertama untuk Waerebo. - Tahun 2007, Unesco bekerjasama dengan LSM Burung Indonesia memberikan
pendampingan mengenai air bersih dan pelayanan prima dalam pariwisata. - Tahun 2008 atas informasi Indecon, Swiss Contact membantu promosi dengan
menyelenggarakan kunjungan pemandu dan biro perjalanan dari Labuan Bajo ke
Waerebo. - Tahun 2008, Yori Antar bersama kelompok arsitek Jakarta berkunjung ke Waerebo dan
terkesan serta berkomitmen ingin merekonstruksi dan melestarikan Waerebo
khususnya Mbaru Niang yang sudah mulai hancur karena usia. Di dalam diksusi
bersama pihak masyarakat Waerebo, Indecon, dan Ecosea, disepakati bahwa akan
dilakukan upaya revitalisasi yang didokumentasikan. Upaya ini dikoordinir oleh Yori
Antar dan pelaksanaan pembangunan dilaksanakan sepenuhnya oleh masyarakat
dengan tata adat Waerebo. - Sejak saat itu hingga saat ini, Yayasan Rumah Asuh yang dipimpin Yori Antar menjadi
mitra tetap LPBW untuk membantu pelestarian rumah adat Waerebo, termasuk
pencarian dana dan pembangunan beberapa rumah adat. Beberapa pihak yang
membantu melalui Yori Antar diantaranya perusahaan danone, Ibu Hatta Rajasa, Arifin
Panigoro, Laksamana Sukardi dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Selain itu
sekumpulan mitra yayasan rumah asuh bersama LPBW membangun rumah inap untuk
wisatawan. - Tahun 2013-2016, Program INFEST (Innovative Indigenous Flores Ecotourism for
Sustainable Trade) yang di Inisiasi Indecon dengan bantuan dana dari Uni Eropa telah
membantu pengembangan kapasitas masyarakat lokal dalam kelembagaan, sistem
kelola, administrasi, pelayanan jasa pariwisata dan cinderamata berbasis pangan lokal.
Aktivitas Wisata
Tersembunyi di dalam rimbunnya hutan dan tingginya bukit, Desa Wae Rebo adalah salah satu desa adat Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT) yang masih asri dan terjaga keasliannya. Wae Rebo menjadi salah satu desa tertinggi di Indonesia karena terletak di ketinggian sekitar 1.200 meter di atas permukaan laut. Dari terpencilnya lokasi hingga menjadi salah satu desa terindah di dunia dan dikenal secara luas, keberhasilan dalam menjaga keotentikan budaya Desa Wae Rebo perlahan mulai diakui dunia.
Desa Waerebo berawal dari migrasi pelayar Minangkabau yang Bernama Empo Maro dan keluarga untuk menghindari konflik dari serbuan penjajah pada abad ke-18 di Manggarai. Untuk menyembunyikan diri kolonialisme mereka mencari tempat yang aman dan memutuskan untuk mendirikan pemukiman di lokasi terpencil ini. Sesuai dengan kebudayaan asli Manggarai, mereka membangun rumah-rumah adat dengan bentuk yang sangat ikonik bernama Mbaru Niang. Berbentuk kerucut dan terbuat dari jerami menjadi ciri khas yang otentik desa adat ini. Para penduduk setempat membangun rumah-rumah ini dari bahan-bahan alami yang mereka dapat dari lingkungan sekitar, menjadi bukti kejeniusan arsitektur Indonesia pada dahulu kala.
Arti dari Mbaru Niang sendiri yakni Mbaru berarti rumah, sedangkan kata Niang berarti tinggi dan bulat. Filosofi keseimbangan dalam kehidupan di alam menjadi dasar dari berdirinya rumah-rumah tersebut.
Melihat potensi yang dihadirkan tanpa mengurangi keotentikan adat istiadat di Wae Rebo, masyarakat dan pemerintah setempat mengenalkan pada publik secara luas dengan konsep ekowisata. Tak hanya melihat keindahan alam dan mengagumi arsitektur Mbaru Niang, para wisatawan diperkenalkan berbagai kebudayaan asli Wae Rebo saat memutuskan berlibur disini.
Para turis bisa melihat Upacara Penti, sebuah bentuk syukur masyarakat lokal kepada Tuhan dan leluhur untuk musim panen yang baik serta berkah untuk tahun-tahun mendatang. Mulai dari persembahan makanan khusus, tarian hingga nyanyian asli menjadi sebuah pengalaman yang berkesan bagi para wisatawan. Penti tak menjadi satu-satunya ritual yang ada pada desa ini. Caci juga menjadi pertunjukkan yang ditunggu oleh para wisatawan. Dua pemuda asli desa Wae Rebo mempertunjukkan kebolehan bela diri dan seni berperang satu sama lain lengkap dengan senjata cambuk dan perisai. Caci menjadi simbol kehebatan Ritual ini melibatkan serangkaian tarian tradisional, nyanyian, dan persembahan makanan yang disiapkan oleh seluruh masyarakat.
Selain Penti, kamu juga bisa menyaksikan Caci, pertunjukan seni bela diri tradisional yang dua pria mainkan dengan berhadapan dan menggunakan cambuk serta perisai. Meskipun tampak seperti pertarungan, Caci mengandung filosofi yang kaya dan merupakan tarian yang menampilkan keberanian serta keterampilan.
Dengan tekad menjaga kearifan lokal dan mengembangkan ekowisata berkelanjutan, Desa Waerebo telah menerima pengakuan internasional. Pada tahun 2012 kemarin, Desa Wae Rebo menerima penghargaan bergengsi seperti UNESCO Asia-Pacific Heritage Award for Cultural Heritage Conservation. Desa Waerebo menempati peringkat kedua sebagai kota kecil terindah di dunia versi majalah Time Out. Lalu yang paling b2021 lalu, desa ini pun menjadi salah satu dari 3 desa yang mewakili Indonesia dalam ajang Best Tourism Village.
Saat wisatawan berkunjung ke Waerebo melakukan beberapa aktivitas wisata seperti berinteraksi dengan masyrakat kampung, hidup berbarengan dengan masyarakat kampung 1 sampai 2 hari, belajar mengenai adat dan kehidupan masyarakat Waerebo dan melihat pertunjukan budaya adat penti jika acara tersebut dilaksanakan selain itu Waerebo juga menawarkan wisata tracking dengan panorama alamnya yang tak kalah cantik dan disuguhi keindahan flora dan fauna berupa pohon lokal daerah setempat dan melakukan hunting (foto) burung endemik pulau Flores dalam hutan konservasi.
Amenitas
Waerebo telah memiliki beberapa fasilitas penunjang kegiatan wisata diantaranya 4 buah toilet umum, pos jaga yang berfungsi sebagai penjualan tiket dan memeberikan informasi mengenai atura-aturan yang diberikan kepada wisatawan saat berada di Kampung Adat Waerebo. Memilki air bersih dari mata air langsung tidak berbau dan memiliki rasa yang tawar. Kampung Waerebo juga menyediakan homestay, homestay tersebut merupakan Mbaru Niang yang tidak dirubah sama sekali bentuk dan fungsi dari segala sesuatu yang berada di dalam Mbaru Niang.
Aksesibilitas
Akses menuju Waerebo yakni dengan menggunaklan kendaraan bermotor, mobil atau menggunakan jasa travel. Rute menuju Waerebo yaitu : Labuan Bajo – Ruteng – Dintor – Waerebo. Denge merupakan desa terakhir yang bisa dilalui dengan kendaraan bermotor, selanjutnya akses menuju Waerebo, wisatawan harus berjalan kaki dengan waktu tempuh sekitar 2 jam.
Pengelolaan
Desa Adat Waerebo dikelola oleh Lembaga Pelestari Budaya Waerebo (LPBW) sejak tahun 2007 dan diresmikan tahun 2012.
LPBW terdiri dari :
– 8 orang penasehat (Tetua/ Dewan adat dari 8 garis keturunan)
– 1 orang pendamping
– Pengurus Inti : ketua (1 orang), Wakil (1 orang) sekretaris (1 orang), bendahara (2 orang)
-Pengawas : Ketua ( 1 orang), Walkil ( 1 orang), Anggota ( 3 Orang)
- Ketua Seksi (8 orang)
– Karyawan : Akuntan (3 0rang)
– Kelompok Tetua Adat (10 orang)
– Manajer Harian Rumah tamu ( 5 orang)
– Kelompok Masak ibu-ibu (76 orang)
– Kelompok Kebudayaan (36 orang)
Pada Tahun 2021 Waerebo memperolah pengharagaan Anugerah Desa Wisata kategori Daya Tarik Wisata yang diselenggarakan oleh Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia.
Penghargaan-Penghargaan Yang Di Raih Desa Wisata Waerebo:
– World Cultural Heritage (UNESCO 2012)
– Green Tourism Village (Kemenparekraf)
-Indonesian Sustainable Tourism Award (ISTA 2018)
-Anugrah Desa Wisata (ADWI 2021) Kategori Daya Tarik
-ASSEAN Community Based Tourism 2023
Berdasarkan Keputusan Rapat Umum Anggota (RUA) Lembaga Pelestari Budaya Waerebo, Memutuskan :
A. Desa Wisata Waerebo dibuka Pukul 04:00 WITA atau Jam 4 Pagi
B. Desa Wisata Waerebo ditutup Pukul 16:000 WITA atau Jam 4 Sore